PANGKEP - Epidemiolog Kesehatan Ahli Madya, Ego SKM, M. kes saat ditemui Senin (29/11/2021) di Pangkajene mengatakan bahwa Kita harus waspadai Pengaruh dan Cegah Munculnya Gejala Kecemasan/Obsessive Compulsive Disorder (OCD) Pada Petugas Medis sebagai Penurun Imunitas Selama Pandemi Virus Corona
Dia menjelaskan bahwa Pandemi Covid-19 yang terus menyebar mendatangkan rasa takut dan kecemasan. Selain menjaga kesehatan fisik, kita pun perlu mengelola kecemasan itu agar tidak memengaruhi kesehatan mental.
Para dokter di Amerika Serikat menyebutkan, walau belum ada angka pasti, tetapi ada kenaikan gangguan cemas dan depresi pada pasien, terutama pada mereka yang sebelumnya sudah memiliki gangguan cemas.
Jenis kecemasan yang rentan dialami dalam kondisi tidak pasti seperti sekarang, yaitu obsessive-compulsive disorder (OCD), gangguan kecemasan umum, gangguan kecemasan sosial, serta gangguan kecemasan perpisahan.
Karena saat ini para pakar kesehatan menyarankan agar kita selalu menjaga jarak minimal satu meter dengan orang lain, jenis kecemasan perpisahan mungkin yang paling akan dirasakan karena merasa terisolasi. Gangguan kecemasan secara umum juga diperkirakan meningkat.
Ini wajar karena banyak orang yang merasa bingung dan stres karena keuangannya berantakan selama wabah, atau karena stres mengasuh anak di rumah.
Gangguan kecemasan selalu didasarkan pada dua kata: Bagaimana Jika yang diikuti dengan skenario terburuk yang bisa dibuat oleh otak. kata psikolog Patrick McGrath seperti dikutip oleh Time.com. Menurut psikiater Lahargo Kembaren, rasa stres, bingung, cemas, dan panik, adalah reaksi psikologi wajar selama berlangsung krisis.
Ketika kecemasan dan stres negatif terjadi berlebihan, mengganggu fungsi sehari-hari, dan menimbulkan penderitaan, itu indikasi munculnya gangguan cemas. Kecemasan yang berlebihan itu terjadi jika muncul sejumlah gejala fisik dan psikologis yang sebelumnya tidak ada pada tubuh kita.
Gejala kecemasan Gejala fisik yang tampak umumnya berupa jantung berdebar, napas pendek, sulit tidur atau menjaga tidur, waktu tidur kurang atau berlebih, mual, kembung, diare, kepala pusing atau terasa berat, kulit gatal, hingga otot tegang.
Namun, saat dilakukan pemeriksaan pendukung, seperti uji laboratorium, foto rontgen, hingga elektrokardiogram, tidak ditemukan kelainan apa pun di tubuh. Tanda fisik itu biasanya juga disertai perubahan kondisi kejiwaan.
Ada imbauan bekerja di rumah, jumlah penumpang MRT turun hingga 90% Selain perasaan cemas, khawatir, dan panik berlebih, terkadang juga muncul ketakutan pada kematian, khawatir kehilangan kontrol diri, atau takut tidak mendapat pertolongan saat sakit.
Gangguan kecemasan harus dikendalikan agar tidak menimbulkan stres dan depresi yang akhirnya menurunkan kekebalan tubuh. Kita bisa mengurangi tekanan dan ketakutan dengan berlatih meditasi atau pun berdoa dan beribadah pribadi.
Adanya keluhan kecemasan berlebihan yang dirasakan di masa pandemi covid-19 dan berkaitan dengan tugas sebagai profeisonal tenaga medis, maka secara umum, kecemasan yang dialami terhadap risiko infeksi Covid-19, seharusnya merupakan suatu hal yang wajar,
Namun bila kecemasan yang dirasakan sudah berlebihan dan sudah mempengaruhi kehidupan serta keseharian, maka kondisi ini kemungkinan sudah mengganggu kesehatan psikis.
Bila kecemasan ini membuat petugas selalu atau berulang kali melakukan prosedur sanitasi atau mencuci tangan dengan sabun atau menggunakan hand sanitizer, dimana hal ini sudah berlebihan atau tidak wajar, maka kondisi ini kemungkinan dapat mengarah pada kondisi obsesive complusive disorder/OCD. OCD sendiri merupakan suatu bentuk gangguan psikiatri dimana kondisi ini mengharuskan pasien melakukan suatu kegiatan berulang-ulang.
Beberapa pemicu munculnya OCD ini dapat dipengaruhi oleh:
1. Riwayat keluarga dengan OCD
2. Pasien OCD merupakan orang yang disiplin, terlalu teliti atau selalu melakukan atau mengusahakan kerapian
3. Faktor stres yang dialami
4. Riwayat trauma psikologis, riwayat pelecehan, riwayat penganiayaan
Beberapa keluhan dapat ditemui pada pasien dengan OCD, seperti:
1. Pikiran obsesif, seperti pikiran yang muncul terus menerus dan menekan psikis serta menimbulkan kecemasa berlebihan, seperti takut tertular penyakit dari apa yang disentuh orang lain.
2. Pikiran kompulsif, dimana keinginan untuk mengulang-ulang aktivitas untuk memenuhi rasa puas dan aman, seperti mencuci tangan berulang-ulang karena ada pikiran obsesif setelah menyentuh orang lain.
Oleh karena itu, di masa pandemi ini dan sebagai petugas medis, kekhawatiran dan kecemasan merupakan hal yang wajar,
Namun kondisi ini sebaiknya tidak membuat petugas menjadi mudah terbawa pikiran dalam bentuk kecemasan dan kehawatiran yang tidak mendasar.
Selama petugas sudah melakukan prosedur sanitasi dan suci hama yang direkomendasikan oleh rumah sakit di tempat tugas bekerja atau rekomendasi dari organisasi profesi , maka cukupkan prosedur suci hama yang sudah dilakukan.
Langkah selanjutnya adalah mengikhlaskan semua kondisi pandemi ini terhadap kehidupan petugas. Bila petugas ikhlas, maka semua langkah pencegahan dapat dilakukan secara baik.
Selanjutnya, evaluasi prosedur penggunaan APD dan pelayanan di rumah sakit. Bila rasa aman hilang karena prosedur, APD, atau pelayanan di rumah sakit kurang tepat, maka lakukan pengajuan perubahan SOP pelayanan Covid-19 yang sesuai.
Usaha lain juga perlu dilakukan untuk membantu lebih rileks dan tetap mencegah risiko infeksi, seperti:
1. Gunakan APD sesuai prosedur dan sesuai levelnya
2. Tulislah apa saja yang harus dilakukan saat bekerja, tulisan ini akan menjadi SOP bagi petugas untuk membantu mengontrol pikiran dan kecemasan.
3. Lakukan olah raga rutin
4. Hindari tidur larut malam
5. Lakukan prosedur keamanan lainnya yang sudah ditetapkan oleh organisasi profesi atau rumah sakit.*(Ego, SKM, M.Kes. Epidemiolog Kesehatan Ahli Madya/ herman djide)